Selamat Datang di Blog Kajian Sastra Daerah

Selasa, 05 Juni 2012

A. Dongeng dalam bahasa daerah muna


A.      Dongeng dalam bahasa daerah muna
Kapu-kapuuna
Karakarambau Bula Bhe Wadhekamomombheludhu
Karakarambau bula ini netisaamo o foo seghonu, naseha-sehae katisano maitu nokobhakemo. Wadhekamomombheludhu ini nokalamo wekundono lambuno, nokala neghondohi o bhelomba. Gara miina narumato we keutahano bhelomba, nofewonomu kawonduno foo. Noangkamo we koro foo maka neghondohi. Gara ini, bakeno foo karakarambau bula nokutumo. Noeneemo Wadhekamomombheludhu maka nofumaae.
Nase-hasehae karakarambau bula nokalamo noghondohi bhakeno foono ghara minaemo. Nomamaraamo karakarambau bula ini. Nokalamo welo liwu, maka nokala we kolambuno, saratono nofoni welolambu. Nobisaramo kolambuno ambano “ingka karakarambau bula itu aini kaasi” nobisaramo karakarambau bula “inodi paa” ambano kolambuno “waghomesogho waghomepagho” amba karakarambau bula “akido aeso akidi aepaa, somano mofotaa mbarara” nofotaamo kolambuno gara mina nanumando modedeano wangka. Samppe fitu ghonu lambu kakalahano, peda kansuru anagha karakarambau bula nobisara. Nefitu ghonuno lambunagha gara lambuno kolakino liwu. Kolakino liwu nobisaramo ambano “ingka karakarambau bula itu aini kaasi waghomesogho waghomepagho” amba karakarambau bula “akido aeso akidi aepaa, somano mofotaa mbarara” nofotaamo kolakino lambu bhe ibuno gara ta Wadhekamomombheludhu pata motaano bisaramo karakarambau bula “noafa itu kaasi Wadhekamomombheludhu miina namotagho” nobisaramo kolakino liwu “miina narumungku lalono bhahi” amba karakarambau bula “toba paa akumilikilie” nokilikliemo karakrambau bula nokilikili Wadhekamomombheludhu. Aitumaka Wadhekamomombheludhu nofotaa tonokaraamu, naitu karakarambau bula nowura wangka Wadhekamomombheludhu tono kadeadeamo. Nobisaramo karakarambau bula ambano “mepakesi aitu dokalaana” dofopakeanemu Wadhekamomombheludhu kosibabarihae bulawano. Nokalaanemo karakarambau bula noowae welo sangku. Noedaane karakarambau bula, nowolo notikaisi bulawa Wadhekamomombheludhu, nowule kaawu noedaane novetumpumu karakarambau bula, nofewule we korono bontu. Maka karakarambau bula nokala nobasi sabhangkahino, gara Wadhekamomombheludhu nowora olele naho sekampana, nofonimo ne lele anagha bhe nobisara “sio-sionomo lele kafonihaku ini napotubhari kalangke” tolu paku neulangie wambano, lele kafonihano halighoomu noratoe kawea bunta. Nowuramo karakarambau bula nomai bhe sabhangkahino khabarindo todoowaowahimu karumbu dokala. Nobisaramo sabhangkahino karakarambau bula ini “hamaiemo itu mie kapulughomu” amba karakarambau bula “ingka naini kone aniini bhelahi afongkorae ne korono bontu” nowule kaawu doghondohie, dofumaamo karakarambau bula dopipisie bhe reano.
Nomate kaawu karakarambau bula, Wadhekamomombheludhu neghondohimu cara sanahumundagho nasumuli welambundo. Wadhekamomombheludhu nefetulumimo ne manu-manu okatogha ambano “tulumi kanawu bhela wa ogha!” ambano katogha “tamolimu dhua atulumi ihintu maemu paniku ini taambulu-ambulumo” gara ini noliumo piikore ambano ”tulumi kanau wa ore!” nopeemu pikore ne lele, nofonimo Wadhekamomombheludhu te towhuno pikore maka nohoro ane nopeane wekapaea nggiri-nggiri, bhe nobisara pikore “aini haemo Wadhekamomombheludhu” fitu paku noulangie wambano pikore, ambano kolakino liwu “ah.. Wadhekamomombheludhu hae dhua, Wadhekamomombheludhu nomponamo nomate nokobubumu wangkano welo wite” notudumo kafolatehino dakumala daghumondoe, gara bhe Wadhekamomombheludhu kotughu. Nosulimo kafolatehino maka noforato kolakino liwu. Ambano kolakino liwu “ohunda adumodoko pedaolinta ane omekabuangka” ambano kafolatehino “umbe” nokala noghondoe kolakino liwu, ghara Wadhekamomombheludhu kotughu.
Dobhasiemo pikore maka dofopilie sabhara bhulawa, gara opikore neala nggiri-nggiri maka notapue we ghagheno. Pada kaawu anagha opikore nohoromo ambano “apebhengginggiiku ahobheginggiiku” nongkaukaulehi manu-manu peda aniini pata tumulumino Wadhekamomombheludhu, dosawue pikore bhe nokutu we wite.
Wadhekamomombheludhu dorame-rameanemu fitu gholeo fitu alo.


B.       Terjemahan Dalam Bahasa Indonesia
Dongeng
Kerbau Putih Dan Wadhekamomombheludhu
Kerbau putih menanam mangga di belakang rumah raja kampung, seiring dengan jalannya waktu mangga yang ditanamnya itu mulai berbuah, namun mangga tersebut hanya memiliki satu buah saja. Suatu hari Wadhekamomombheludhu pergi di belakang rumahnya untuk mencari buah yang ada di dalam hutan. Tetapi ia tidak sampai di dalam hutan karena ia mencium harumnya mangga masak. Disitulah Wadhekamomombheludhu singgah dibawah pohon mangga untuk mencari buah mangga yang jatuh, ternyata ia mendapat satu buah mangga yang sudah masak. Setelah ia memakannya Wadhekamomombheludhu pulang kerumahnya.
Tiba-tiba karakarambau bula datang melihat buah mangganya, ternyata buah mangganya sudah tidak ada, disitulah karakarambau bula marah dan mulai memasuki perkampungan dan mampir dirumah-rumah warga. Rumah pertama, penghuni rumah tersebut berkata “ee...kerbau putih ini kasian, kasihkan dia rokok, kasihkan dia sirih” kerbau putihpun menjawab “saya tidak mau meroko, saya tidak mau makan sirih. Yang saya inginkan hanya kalian tertawa terbahak-bahak. Sampai seterusnya hingga tujuh rumah. Rumah ketujuh ternyata rumah raja kampung, raja kampung berkata “ee...kerbau putih ini kasian, kasihkan dia rokok, kasihkan dia sirih” kerbau putihpun menjawab “saya tidak mau meroko, saya tidak mau makan sirih. Yang saya inginkan hanya kalian tertawa terbahak-bahak”. Raja dan istrinya pun tertawa terbahak-bahak. Namun Wadhekamomombheludhu hanya diam saja. Kerbau putih berkata “kenapa Wadhekamomombheludhu tiidak tertawa?” raja kampung menjawab “mungkin dia lag malas untuk tertawa” karakarambau bula berkata “coba saya kasih geli-geli” Wadhekamomombheludhu pun tertawa terbahak-bahak. Disitulah kerbau putih melihat gigi Wadhekamomombheludhu berwarna merah. Kerbau putih berkata “berkemaslah Wadhekamomombheludhu” Wadhekamomombheludhu pun memakai semua perhiasannya dan kerbau putih membawa Wadhekamomombheludhu kedalam hutan berlari dengan sekencang-kencangnya, tidak menghiraukan lagi perhiasan Wadhekamomombheludhu yang jatuh satu persatu. Yang tersisa hanyalah sarung yang ada dibadannya. Kerbau putihpun merasa kelelahan dan akhirnya mereka singgah beristirahat di bawah poho waru dan Wadhekamomombheludhu diturunkan dari punggungnya, kerbau putih berkata “kamu tunggu disini, saya akan pergi memanggil teman-temanku”. Setelah kerbau putih pergi, Wadhekamomombheludhu mencari pohon yang bisa ia panjat ternyata disamping pohon waru tersebut, ada pohon yang batangnya belum terlalu besar hanya mempunyai satu dahan. Wadhekamomombheludhu pun naik diatas pohon tersebut dan berkata “mudah-mudahan pohon yang saya naiki ini akan bertambah tinggi” tiga kali ia ucapkan kalimat tersebut, pohon itu langsung bertambah tinggi sekejap mata ampir sampai di awan. Wadhekamomombheludhu melihat kerbau putih datang bersama rombongan teman-temannya dan mengeluarkan suara yang ramai sekali. Setelah sampai di pohon waru, mereka mencari Wadhekamomombheludhu, salah satu teman kerbau putih berkata “mana manusia yang kamu ceritakan tadi?” kerbau putih menjawab “tadi saya simpan disini”. Sekian lama mereka mencari dan tidak terlihat juga, akhirnya teman-teman kerbau putih marah dan langsung memakan kerbau putih sampai darahnya pun tidak tersisa.
Setelah kerbau putih mati, Wadhekamomombheludhu milai mencari jalan untuk pulang, lewatlah seekor burung gagak disampingnya, Wadhekamomombheludhu berkata kepada burung gagak tersebut “bantu saya burung gagak” burung gagak menjawab “bagaimana caranya saya mau bantu kamu, sementara sayapku saja saya tidak bisa bawa” kemudian lewatlah seekor burung pipit, Wadhekamomombheludhu berkata “bantu saya burung pipit” burung pipit tersebut langsung hinggap didahan pohon itu, dan menyuruh Wadhekamomombheludhu untuk naik diatas punggungna. Setelah Wadhekamomombheludhu naik, burung tersebut langsung terbang, tidak lama kemudian tibalah di rumah Wadhekamomombheludhu dan ia hinggapkan di dahan pohon pepaya. Burung tersebut berkata “Wadhekamomombheludhu sudah tiba” secara berulang-ulang ia ucapkan dan raja kampung berkata “ah Wadhekamomombheludhu apa, Wadhekamomombheludhu sudah lama mati” karena burung pipit tersebut tidak berhenti bicara akhirnya raja kampung menyuruh dayang-dayangnya untuk melihat burung itu. Dayang-dayangnya pun pergi untuk melihat burung itu ternyata Wadhekamomombheludhu benar masih nidup, dan mereka langsung pulang memberitahu raj kampung, setelah diberi tahu, raja kampung berkata kepada dayang-dayangnya “seandaina perkataan kalian tidak benar, saya akan mencincang kalian seperti belut” dayang-dayangnya menjawab “iya” raja pun pergi melihat, ternyata memang benar apa yang dikatakan dayang-dayangnya.
Dipanggilah burung pipit, diberi pilihan berbagai macam emas, tetapi burung tersebut hanya mengambil gelang kaki. Setelah itu ia terbang dan selalu berkata kepada teman-temannya yang tidak membantu Wadhekamomombheludhu “saya terbang dengan kaki yang bunyi-bunyi dan saya hinggap dengan kaki yang bunyi-bunyi. Burung lain yang tidak membantu Wadhekamomombheludhu merasa iri dan selalu mamatuk burung pipt sampai terjatuh di tanah.
Dengan pulang Wadhekamomombheludhu raja kampung membuat acara selama tujuh hari tujuh malam.

C.      Menganalisis Dongeng Dengan Menggunakan Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik.

v  Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang terdapat dalam kara sastra seperti prosa, dongeng dll. Unsur intrinsik meliputi: tema, alur, latar, penokohan, amanat, gaya bahasa dan sudut pandang



1.        Tema
Tema adalah gagasan ide atau pikiran utama didalam sebuah cerita.
Tema atau pikiran utama dalam Dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu adalah pertentangan antara karakarambau bula dengan Wadhekamomombheludhu.
2.        Alur
Alur adalah jalinan peristiwa dari awal sampai klimaks serta penyelesaian.
Dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu menggunakan alur maju karna dalam dongeng ini pengarang menceritakan dari awal sampai akhir cerita.
3.        Latar
Latar adalah bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan menjelaskan kapan cerita itu berlaku.
a.         Latar tempat
Latar tempat artinya tempat kejadian peristiwa. Dalam dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu:
-            Di perkampungan
-            Dirumah raja kampung
-            Di hutan


b.        Latar waktu
Latar waktu artinya kapan peristiwa itu terjadi, dalam dongeng Laalaani Bhe Wathentanafari terjadi:
-       Siang hari.

c.         Latar sosial
Latar sosial berhubungan dengan kebiasaan masyarakat seperti adat istiadat, agama dan tradisi.
Dalam dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu kehidupan masyarakatnya mesih bersifat tradisional dan sudah memiliki adat istiadat karena ditandai dengan adanya pimpinan (raja kampung).

4.        Tokoh Dan Watak Tokoh
Penokohan adalah pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra. Tokoh-tokoh dalam dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu:
a.         Tokoh
-       Tokoh utama
Tokoh uatama dalam dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu adalah Karakarambau bula dan Wadhekamomombheludhu

-       Tokoh pelengkap
Tokoh pelengkap dalam dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu adalah: raja dan burung pipit

b.        Watak tokoh
-       Karakarambau bula
Karakarambau bula mempunyai watak kejam karena ia tidak memiliki rasa belas kasih terhadap orang lain
-       Wadhekamomombheludhu
memiliki watak yang bertanggung jawab karena ia bisa mempertanggung jawabkan kesalahannya.
-       Raja
Raja memiliki watak yang pasrah karena saat anaknya dibawa oleh karakarambau bula ia hanya diam saja.
-       Burung pipit
Burung pipit memiliki watak yang penolong karena ia mau menolong  Wadhekamomombheludhu.
5.        Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam dongeng ini adalah sudut pandang orang kedua karena dalam dongeng ini seolaolah pengarang mencritakan tentang kisah seseorang.



6.        Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca melalui karyanya. yang akan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita.
Amat dalam doneng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu adalah  sebagai manusia, kita tidak boleh mengambil barang orang tanpa sepengetahuan pemiliknya.

v  Unsur ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang terdapat diluar karya sastra meliputi norma, sosial, budaya dan ekonomi.
Didalam dongeng Karakarambau bula Bhe Wadhekamomombheludhu jika dihubungkan dengan kehidupan saat ini, memberikan pemahaman kepada pembaca tentang bagaimana berkehidupan sosial yang baik dalam lingkungan bermasyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar